Bermula dari nama : Penina Yuliana Kirana
PENINA artinya mutiara. Sebenarnya bukan nama asli yang
diberikan kedua orangtua, tetapi merupakan nama babtis. Bukan hanya memiliki
arti yang indah, tetapi kisah dibaliknya pun juga indah.
Berawal kira-kira pada bulan Juni tahun 2009 ketika liburan
kenaikan kelas 9 berlangsung. Saat itu aku mengikuti ret-ret (sebuah kegiatan
menginap yang biasanya diadakan sebuah gereja maupun persekutuan Kristiani
dengan tujuan membina iman) di Puncak yang diselenggarakan oleh sebuah persekutuan
doa dekat rumahku yang dinamai Filemon. Berbagai kegiatan menyenangkan
dilakukan di tempat itu dimulai dari permainan, outbond, dan bertemu dengan
banyak orang. Namun, diluar hal itu, ternyata ada sebuah pengalaman yang lebih
bermakna. Saat malam hari di api unggun, setiap peserta ret-ret didoakan satu
per satu oleh seorang pendeta (atau tepatnya pengajar? Aku lupa nama aslinya
siapa, yang jelas ia seseorang yang memiliki hubungan intim dengan Yesus
sehingga memiliki karunia untuk peka terhadap pesan Tuhan). Saat itu ia
mendoakanku. Jujur, sebelumnya aku memang seseorang yang sudah Kristen sejak
lahir tapi belum ada satu titik hal yang membuatku benar-benar mau serius di
dalam Yesus. Namun, hari itu berbeda, saat didoakan ia mengatakan bahwa Yesus
ingin dekat denganku, Ia ingin aku lebih memberikan hidupku secara serius
kepada-Nya, b ahkan dimata-Nya aku begitu berharga seperti mutiara.
Beberapa waktu setelah kejadian itu, aku memberikan diri
dibabtis sebagai tanda bahwa aku benar-benar ingin memberikan hidupku untuk
Yesus. Aku percaya, bukan sebuah kebetulan tiba-tiba aku diberikan nama Penina
yang artinya adalah mutiara karena memang benar aku adalah mutiara yang
berharga di mata-Nya
YULIANA artinya berjiwa muda. Namun, sebenarnya bukan karena
alasan itu orangtuaku memberikan nama Yuliana untukku. Nama Yuliana
terinspirasi dari Ratu Juliana Louise Marie, Ratu Belanda yang menggantikan
ibunya, Ratu Wilhemina. Ia juga merupakan Ratu Belanda yang akhirnya mengakui
kedaulatan Negara Republik Indonesia. Namaku yang diambil dari seorang ratu
diharapkan menjadikan diriku seseorang yang anggun dan pintar seperti seorang
ratu.
KIRANA diambil dari nama belakang ayahku, Candra Setiawan
Kirana. Arti Kirana sendiri adalah cahaya. Aku tidak pernah menanyakan alasan
kedua orangtuaku mengenai nama Kirana. Namun, dengan mengetahui artinya, aku
berharap bisa bercahaya untuk menerangi dunia yang gelap dengan tindakan dan
perilaku yang aku lakukan.
Kelahiran
Pada 31 Juli 1996 aku lahir di kota Jakarta dengan
seperangkat kekhawatiran. Bagaimana tidak? Ketika mengandungku, ibuku
didiagnosa mengidap virus toxo yang bisa mematikan bayi dalam kandungannya. Tak
hanya itu, pada zaman itu, operasi caesar hanya bisa dilakukan dua kali
sedangkan proporsi tubuh ibuku tidak memungkinkan untuk melahirkan secara
normal, padahal ia sudah pernah dua kali melahirkan secara caesar sebelum aku.
Ibuku sempat disuruh menggugurkan kandungannya karena
dianggap berbahaya oleh seorang dokter. Tak mau mendengarkan saran dokter, ia
berpindah ke dokter lain di rumah sakit yang berbeda. Beruntung, dokter yang
baru mampu memberikan semangat kepada ibuku.
“Ibu orang percaya, kan?” Tanya dokter itu.
Ibuku mengangguk walaupun jelas kekhawatiran muncul pada
mimik wajahnya.
“Kalau begitu, ibu harus percaya bahwa anak ibu bisa
selamat,” ujar dokter sambil tersenyum.
Sejak saat itu, ibuku mendapatkan kekuatan baru. Ia semakin
semangat menjaga kandungannya dan tak lupa memanjatkan doa setiap hari untuk
keselamatan diriku. Semua itu juga dilengkapi oleh dukungan ayah dan seluruh
keluargaku. Hingga akhirnya aku lahir dengan selamat.
Masa Kecil
Walaupun aku lahir dengan selamat dan sehat, ternyata masa
kecilku sangat dipenuhi dengan keluar-masuknya rumah sakit. Memang, tidak
sampai dirawat di rumah sakit. Namun, intensitasku pergi kerumah sakit
sangatlah sering. Pasti dalam beberapa bulan sekali aku mengalami sakit.
Rasanya kejadian tengah malam mengantarku ke UGD sudah bukan hal yang aneh.
Satu waktu, aku mengalami tiga penyakit yang beruntut dalam satu waktu.
Ya, waktu itu kira-kira aku masih duduk di Sekolah Dasar dan
mengalami demam. Ibu dan ayahku yang biasa aku panggil mami dan papi membawaku
ke dokter yang tak jauh dari rumahku. Entah mengapa, dokter tersebut
memberikanku obat yang sepertinya terlalu keras. Akhirnya, ketika aku memakan
obat itu perutku menjadi mules secara terus menerus, tetapi ketika aku ke toilet,
kotoran yang aku keluarkan sedikit sekali. Dikarenakan rasa sakit pada perutku
tak kunjung hilang juga, akhirnya kedua orangtuaku membawaku ke dokter itu
lagi. Setelah diberikan obat, memang sakit perutnya sudah berhenti, begitu pula
dengan demamnya yang sudah menurun. Namun… kakiku jadi terasa lemas! Aku bahkan
harus berjalan menggunakan kedua lututku karena aku tidak mampu untuk berjalan.
Akhirnya, aku dibawa lagi ke dokter yang kali ini berbeda,
yaitu dokter tulang di sebuah rumah sakit swasta. Aku tidak mengerti
penyebabnya pada waktu itu, tapi yang jelas aku diberikan obat dan terus
didoakan oleh kedua orangtuaku. Akhirnya barulah aku sembuh total.
Tentu saja, itu bukan terakhir kalinya aku mengalami sakit.
Setelah itu masih banyak sakit-sakit yang aku alami. Namun, aku bersyukur dari
semua penyakit yang aku alami, ternyata tidak ada penyakit yang terlalu
berbahaya hingga mematikanku.
Aku
Satu kata untukku biasa-biasa saja. Aku bukan seseorang yang
terlalu pintar, tapi juga tidak terlalu bodoh. Dari segi wajah, aku juga tidak
terlalu dianggap cantik oleh banyak orang tapi juga tidak terlalu dianggap
buruk. Dalam pergaulan pun aku juga tidak popular dan tidak terlalu tertutup.
Pokoknya, semua tentang aku tampak membosankan sebelum aku benar-benar merasa
bersyukur di dalam ‘kebiasa-biasaanku’
Dulu aku seringkali merasa bosan dan ingin tampak ‘berbeda’
dari yang lain. Bahkan, rasa tanpa syukur terkadang menghinggapi diriku. Namun,
semakin bertambah umur, aku semakin banyak bertemu dengan orang-orang
disekitarku yang memiliki banyak kelemahan dalam hidupnya. Disitulah akhirnya
aku menyadari betapa menyenangkannya hidupku. Memang, hidupku tidak sempurna,
tidak semua keberuntungan selalu menghampiriku. Namun, aku merasa hal yang
terjadi dalam kehidupanku sesuai dengan kemampuanku.
Buat kamu yang membaca blogku, aku berharap kamu juga dapat
merasakan hal yang serupa. Jangan pernah berpikir hidupmu paling susah, paling
menyedihkan, paling buruk. Kenyataannya, setiap orang di dunia memiliki
bebannya masing-masing. Beban yang ditaruh di dalam hidup aku dan kamu semuanya
memiliki tujuan masing-masing, yaitu untuk mendewasakan dan menempa hidup kita.
Walaupun seperti itu, percayalah kamu tidak sendiri karena Tuhan selalu
menyertaimu.
Daripada terus menerus berlarut dalam kesedihan dan
kesulitan, bagaimana kalau fokus untuk memperbaiki diri?
0 comments